Klik Versi Mobile

Add rismanrachman Mippin widget
Artikel Politik Agenda Politik Tokoh Politik negeritanpabendera
Alif Jim Ha Tradisi Puisi Cerita Humor Sosok
Islam Aceh Sufi Kisah Qanun Syariat
Resto Enak di Banda Aceh Hotel di Banda Aceh Kuliner Aceh Souvenir Aceh Warung Kopi Tsunami Aceh Konflik Aceh

HEADLINE

Jumat, 05 November 2010 | 10.33 | 0 Comments

Kilas Balik Tsunami Aceh: Ke Aceh! Ke Aceh!

Tsunami Aceh memang sudah lama berlalu. Namun, karena kisah bencana di Indonesia masih terus terjadi maka ingatan pada kisah Tsunami Aceh masih menjadi ingatan bersama. Salah satu ingatan yang bisa berguna adalah respon semua pihak kala Aceh di guncang gempa yang berakhir dengan tsunami. Kisah berikut adalah hanya salah satu dari sekian banyak respon dan diturunkan kembali agar memberi inspirasi bagi semua kita ureung Aceh untuk memberikan respon yang sama kala daerah lain terkena bencana yang sama. Ini sepenuhnya copy paste dan karenanya tidak ada rekayasa dari redaksi. Saleum

Jakarta - Segera ke Aceh, itulah yang dilakukan Komisaris detikcom Bondan Winarno tidak lama setelah terjadi gelombang tsunami. Banyak kisah yang dialami mantan Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan, selama di Tanah Rencong itu. Kisah-kisah Bondan Winarno akan redaksi muat secara berseri. Tulisan ini juga dimuat di Suara Pembaruan. Berikut tulisan seri pertama Bondan Winarno dengan judul Ke Aceh! Ke Aceh!. Selamat mengikuti!

Rabu, 29 Desember 2004 Saya merutuki diri sendiri. Masih kekenyangan dari sisa-sisa kalkun panggang natalan, saya berselonjor di kursi malas. Televisi masih terus berpindah-pindah dari tayangan CNN ke Metro TV dan SCTV.

Mayat lagi! Mayat lagi! Mayat bergelimpangan di mana-mana. Dan saya masih di rumah, di Bukit Sentul, tak melakukan apa-apa. Saya menelepon Garuda, minta satu kursi untuk penerbangan ke Medan segera. Hari itu sudah tak ada kursi.

Bahrul Hakim, Direktur Niaga Garuda Indonesia, memberitahukan situasi chaotic di bandara Polonia hari itu. Departemen Perhubungan membuka bandara untuk semua pesawat yang masuk membawa bantuan. Anggota Komunitas Jalansutra, Captain Gatot Purwoko memberitahu bahwa pesawat Airfast ke Banda Aceh terpaksa dialihkan rutenya ke Pekanbaru untuk penambahan bahan bakar.
Maklum, sampai saat itu sudah tercatat tambahan beberapa pesawat terbang bantuan luar negeri untuk menolong korban Aceh. Semuanya beroperasi dari Medan untuk melakukan airlift ke beberapa titik di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Australia mengirim empat Hercules, New Zealand mengirim satu Hercules, Singapura mengirim dua helikopter Chinook yang masing-masing mampu membawa barang seberat delapan ton, Malaysia memperbantukan dua helikopter Puma dan sebuah pesawat CN 235, di samping TNI AU yang mengoperasikan lima Hercules dan dua helikopter Puma.
Belum terhitung pesawat TNI-AL dan Polri, serta pesawat-pesawat carter yang dikerahkan ke sana. Tiba-tiba saya teringat seorang anggota Komunitas Jalansutra, Linda Widjaja, Direktur V-Kool Indonesia. Kemarin ia mengatakan bahwa bersama suaminya, Dharma Eddie Salim, mereka melakukan fund drive dari pemakai kaca film V-Kool. Untuk setiap sumbangan sebesar Rp 25 ribu, V-Kool memberi matching fund dalam jumlah yang sama. Diperkirakan akan terkumpul dana yang cukup signifikan dari "proyek" ini.
"Dananya mau dikirim ke mana?" tanya Linda via SMS minta pendapat. Pertanyaan itu membuat saya serta-merta berpikir untuk "membawa" dana ke Aceh dan membuat dana itu langsung diterima manfaatnya oleh masyarakat yang tertimpa bencana. Saya mengirim e-mail menyampaikan usul bahwa saya akan segera terbang ke Medan dengan biaya pribadi, dan mencoba mengumpulkan relawan untuk membantu penguburan jenazah di Aceh. "Operasi Kemanusiaan" itu akan dibiayai oleh dana V-Kool yang terkumpul.

Linda dan Eddie langsung menyepakati gagasan saya. Kamis, 30 Desember Busur pelangi begitu indahnya mewarnai langit Cengkareng ketika fajar itu saya tiba di sana. Ah, mudah-mudahan itu pertanda bagus. Tadi malam Garuda memberitahu bahwa ada satu seat untuk ke Medan pada penerbangan pukul tujuh pagi itu ke Medan. Saya segera masuk ke pesawat yang menuju ke Banda Aceh lewat Medan. Tetapi, tiba-tiba saya dipanggil turun dari pesawat, karena ternyata pesawat itu tidak lewat Medan, melainkan refuel stop di Batam. Penerbangan ke Medan berikutnya ditunda satu jam. Setelah masuk pesawat, kami masih harus menunggu lagi karena ternyata belum ada slot untuk mendarat di Medan.

Pukul 10.50 pesawat push back, dan mendarat di Polonia, Medan pukul 12.50. Corrie, staf Sejahtera Ban, agen V-Kool di Medan menjemput saya di bandara. Saya langsung gembira melihat penampilan tom-boy Corrie. Biasanya, orang seperti itu bisa diandalkan kerjanya. Kami langsung meninjau Posko Satkorlaknas di Hanggar TNI-AU Polonia. Saya terharu melihat begitu banyak mobil masyarakat yang datang membawa bantuan.

Di dalam hanggar, saya terhenyak melihat bantuan menumpuk hingga amat tinggi. Tercampur baur, nyaris tak karuan. Dua remaja membawa dua karung plastik pakaian layak pakai, oleh petugas disuruh menimbun ke tumpukan di sana. Seorang ibu membawa enam kotak mi instan. "Tolong, Bu, lempar saja ke sana," kata petugas. Si ibu bingung. Petugas mengambil sekotak mi, lalu melemparkan kotak itu ke tumpukan mi instan.

Begitulah contohnya. Maka, si ibu dengan berat hati melemparkan lima kotak mi ke sana. Saya tinggalkan tempat itu. Saya pikir, akan sulit mendapat koordinasi dari kondisi yang selintas tampak chaotic itu. Tampak pula kesan bahwa semua orang sudah kelelahan dan sulit berfokus pada misi yang sedang mereka jalankan. Menerima begitu banyak sumbangan ternyata malah menimbulkan kerepotan tersendiri. Mereka terlalu repot menerima, sehingga mungkin kurang sempat berpikir bagaimana caranya mengirim. Tumpukan di hanggar itu terus menggunung. Dari sana kami menuju ke Posko USU (Universitas Sumatera Utara).

Di halaman, kami melihat dua truk sedang dimuati barang, siap diberangkatkan ke Banda Aceh. Purek I USU Prof Faiz dan Dekan Fakultas Kedokteran Dr Bahri menyambut kami, sambil menjelaskan langkah-langkah yang sudah dan akan dijalankan. Dari pandangan sekilas, saya melihat Posko USU ini jauh lebih terorganisasi dibanding Posko Nasional di Polonia. Dr Lomo, dr Gontar, dan beberapa dokter lain tampak in charge "menguasai" keadaan di Posko itu.

Karena saya teman baik dokter Mulia Sitepu yang juga sobat mereka, tak sulit bagi saya memperoleh kerja sama. Kami menyepakati program membangun dapur umum di beberapa lokasi bencana yang akan segera dilaksanakan. Di layar ponsel saya melihat Linda Widjaja mengirim SMS mengabarkan bahwa Satgas Muhammadiyah siap dikirim ke berbagai lokasi bencana untuk memberi bantuan. Saya segera mencari alamat Pengurus Wilayah Muhammadiyah di Medan. Untunglah nomor teleponnya dapat segera saya peroleh dari 108.

Di kantor itu saya bertemu dengan DR Bahdin Nurtandjung, Rektor UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara). Tanpa bicara panjang lebar, ia sepakat menyiapkan seratus relawan untuk berangkat. "Jemput kami besok sore. Saya jamin siap!" katanya tegas. Di kantor Sejahtera Ban, agen V-Kool di Medan, saya berkoordinasi dengan Yendy Yan, pemilik usaha itu. Yendy akan segera mencarter tiga bus dan satu truk untuk mengangkut relawan. Di atas dua lembar kertas besar, saya mencatat semua logistik yang harus segera dibeli.

Masker penutup mulut dan hidung, sarung tangan karet, tablet antimalaria Fansidar dan vitamin Redoxon untuk relawan. Tak ketinggalan perlengkapan masak, makan, dan tidur untuk relawan. Lebih dari seratus items belanjaan kami agar bisa mandiri selama melakukan tugas. Yendy menugasi Corrie, Rudy, dan Salam untuk melaksanakan pekerjaan besar itu. Tanpa makan malam, saya berkunjung ke kantor PMI Sumut dan menemui ketuanya, Kasim Siyo, yang sekalipun kelelahan, tapi masih berada di kantor.

Ia langsung berkomentar negatif mendengar rencana saya membawa relawan ke Banda Aceh. "Maaf untuk mengatakan ini," katanya agak keras. "Banda Aceh dan Lhok Seumawe sudah kenyang dengan bantuan. Meulaboh yang lebih memerlukan!" Kasim memberi saya nomor telepon selular Letkol Alex Katung, Danlanal Sibolga.

Sekalipun sudah malam, ia ternyata masih menerima panggilan telepon saya. Menurut Alex, Lanal Sibolga siap membantu pengiriman personel relawan ke Meulaboh bila kami siap di sana Sabtu pagi. Hebat, kabar bagus! Saya terbakar dengan semangat baru karena ternyata kami bisa berangkat ke Meulaboh, daerah bencana yang selama ini masih tertutup karena isolasi transportasi. Kembali ke hotel malam itu, saya melihat pasukan tentara AS yang baru tiba dari Jepang untuk membantu korban bencana.

Di sudut yang lain, terlihat beberapa penerbang militer Singapura sedang check in. Ah, untunglah saya tidak sedang berlena-lena di Jakarta, ketika orang-orang berdatangan dari segenap penjuru dunia membantu Indonesia.  (asy/) 

Sumber: detikNews

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright rismanrachman © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.