Klik Versi Mobile

Add rismanrachman Mippin widget
Artikel Politik Agenda Politik Tokoh Politik negeritanpabendera
Alif Jim Ha Tradisi Puisi Cerita Humor Sosok
Islam Aceh Sufi Kisah Qanun Syariat
Resto Enak di Banda Aceh Hotel di Banda Aceh Kuliner Aceh Souvenir Aceh Warung Kopi Tsunami Aceh Konflik Aceh

HEADLINE

Tampilkan postingan dengan label Gayus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gayus. Tampilkan semua postingan
Kamis, 18 November 2010 | 11.46 | 0 Comments

Gayus dan Golkar: Pertarungan Politik Simbol


Ada perempuan bergaun kuning di samping Gayus (lihat foto). Gayus juga diketahui menginap di kamar 1522 Hotel Westin. Kuning sudah akrab dengan Partai Golkar. Nomor kamar 1522 agak mirip dengan tanggal dan bulan lahir Bung Ical, panggilan akrab Ketua Umum Partai Golkar yakni 1511. Adakah ini isyarat Gayus sedang ada hajat dengan Bung Ical, atau sebaliknya. Atau, bisa jadi pihak lain untuk kepentingan politik 2014? Hmmm.... 

Gayus dan Golkar kini menjadi topik perbincangan penting republik ini. Dan, semakin penting karena hasil bidikan kamera sang jurnalis Kompas itu seperti buku petunjuk kemana harus diarahkan "tudingan."

Benar saja, sosok perempuan bergaun kuning yang ada disamping Gayus seakan menjadi penunjuk arah bahwa Gayus ke Bali dalam rangka bertemu seseorang, yang dalam bahasa terjemahan publik adalah Aburizal Bakrie, yang tidak lain adalah Ketua Umum Partai Golkar. Bukan hanya foto, nomor kamar 1522 tempat Gayus menginap yang mirip dengan angka dan bulan kelahiran Ical (1511) juga menjadi tanda untuk petunjuk.

Sebuah penghubungan yang memang mudah untuk ditarik singgungannya. Toh, jauh sebelumnya Gayus pernah mengungkap hubungan kerja bawah tangannya dengan group usaha Bakrie dalam hal pajak.

Sayangnya, Ical dan tim Golkar-nya memiliki alibi yang kuat untuk menepis isu yang beredar. Bahkan, sejumlah kader partai lain ikut mematahkan tudingan pertemuan Gayus dengan Ketua Umum Golkar yang memang hobi dengan tenis. Dan, pada saat yang sama justru mulai menempatkan kasus ini dalam bacaan politik skenario 2014.

Akibatnya, Gayus yang tidak punya sejarah hobi di bidang tenis itu justru kini dikaitkan dengan jaringan mesin politik yang garisnya menuju titik istana. Jadilah kini Gayus dipersepsi sebatas pion yang sedang dimain-mainkan untuk kepentingan politik 2014. Gayus disegaja untuk terus menjadi aktor tertuduh dalam kasus mafia hukum agar kasus-kasus strategis lainnya akan tertutupi. Publik tentu akan sangat geram dan gemes dengan Gayus yang dengan tenangnya menampar-nampar hukum dan aparat. Akhirnya, publik akan mengabaikan kasus-kasus lain yang justru berkait dengan citra para aktor utama di luar Gayus. Jadilah publik lupa terhadap kasus Century dan tidak terlalu dalam mengetahui kasus Krakatau Steel.

Dengan gambaran terbaru tersebut maka apa yang sedang terjadi saat ini tidak lebih dari sebuah pertarungan politik simbol. Jika awalnya Gayus dan Golkar hendak dipersepsikan sebagai simbol koruptor dan mafia hukum dan pajak justru berkembang menjadi dua simbol baru yang terpisah jauh dan amat kontradiksi.

Gayus kini justru menjadi simbol darah biru dan secara tidak langsung menjadi anggota baru dari keluarga politik istana dalam posisinya sebagai putra yang siap menjadi korban. Sedangkan Golkar tetap menjadi simbol padi yang sedang menguning.

Sebelumnya, politik simbol sendiri sudah diawali oleh Golkar di malam perayaan ulang tahunnya. Aburizal Bakrie menyebut partai Golkar dengan bahasa simbol: "langit masih biru tapi padi di desa semakin menguning."

Akankan pertarungan politik simbol ini akan bertahan sampai disini? Dalam konteks pertarungan 2014 tentu saja tidak karena simbol merah sebagai refleksi kemarahan rakyat belum dimunculkan. Simbol merah juga bisa dibaca sebagai wujud keberanian rakyat untuk melawan watak darah biru yang dalam sejarahnya memang cenderung memikirkan citra dan diri sendiri.

Kalau sudah begitu hanya tersisa satu pertanyaan: siapakah yang akan keluar sebagai pemenang? Biru, kuning, atau merah? Untuk mengetahui jawabannya memang masih sangat lama. Mari bersabar sambil terus menjadi diri yang awas dari segala kemungkinan yang ada akibat percampuran partikel kimia hukum dan politik republik ini.
Read more
Selasa, 16 November 2010 | 14.00 | 1 Comments

Pengacara Medan Ditantang Gayus?



Kalau ada sepuluh orang ditanya  "Kalau ingat orang Medan, Ingat apa?”, sembilan dari sepuluh orang pasti akan menjawab "Lawyer"alias pengacara.

Ya. profesi itu yang paling melekat pada diri orang Medan. Sudah seperti sebuah budaya, kalau pengacara diasumsikan sebagai orang Medan. Tentu tidak semua orang Medan adalah pengacara.  Orang Medan sama seperti orang dari suku-suku lain di Indonesia ada di mana-mana dan memiliki berbagai profesi berbeda.

Soal mengapa sampai profesi ini yang paling banyak diingat oleh publik mungkin ada kaitannya dengan sepak terjang para pengacara Medan yang kerap menghiasi dunia pewartaan media. Bahkan, oleh media para pengacara asal Medan banyak yang ditampilkan seperti layaknya para selebriti.  Sampai ada istilah “Pengacara Seleb”. Hebat kali, lah!

Adnan Buyung Nasution alias si Abang atau Ruhut Sitompul alias si Poltak "Raja Minyak", Todung Mulya Lubis, Hotma Sitompoel, Hotma Paris Hutapea, Felix Tampubolon, Bonaran Situmeang, Partahi Sihombing, Petrus Salestinus, dan masih banyak lainnya. Dari nama dan marga mereka, meski belum tentu lahir di Medan, publik pasti memiliki persepsi awal kalau mereka berasal dari Medan.

Profesi pengacara tentu sama terhormatnya dengan seluruh profesi lainnya, oleh karena itu, profesi pengacara juga memiliki peluang yang sama untuk ikut ambil bagian dalam menjadikan Indonesia menjadi negeri yang kembali penuh harapan, penuh kasih sayang, dan penuh cita rasa kebangsaan untuk maju bersama-sama.

Salah satu tantangan berat yang sedang dihadapi oleh bangsa ini adalah soal korupsi. Penegakan hukum terkait korupsi begitu rapuh, lemah dan bobrok. Salah satu indikator dan sekaligus menjadi contoh adalah kasus yang sedang dihadapi sekaligus sedang diperankan oleh Gayus, yang juga kalau lihat dari namanya, identik dengan marga nama orang Medan.

Tidak cukup halaman untuk menguraikan apa yang sudah dilakukan oleh Gayus dan agar adil biarlah pengadilan yang memutuskannya. Tapi kasus keberadaan Gayus di Bali semakin memperlihatkan kemampuan seorang yang disebut "maling kelas kakap" mempermainkan aparat penegak hukum. Jadi, sangat wajar manakala ada yang menilai kalau hukum dan aparatnya sedang ditampar-tampar oleh Gayus dan bisa jadi oleh banyak koruptor dan para mafia hukum lainnya.

Tulisan ini sama sekali tidak dimaksud menyinggung soal ras atau asal usul. Siapapun pelaku kejahatan mestinya sama di mata hukum dan pengadilan. Namun, apa yang sedang menimpa Gayus hendaknya dapat merapatkan barisan para pengacara, hakim, jaksa asal Medan untuk secara moral melakukan tindakan yang lebih proaktif dan progresif guna menjadikan Gayus sebagai entri poin untuk membongkar semua kejahatan hukum yang sedang diperankan oleh koruptor dan para mafia hukum.

Pendekatan orang kampung, kehendak untuk menjaga marwah kampung, dan merawat jiwa kejuangan orang kampung yang kerap diwujudkan dalam bentuk padepokan, paguyuban, organisasi, kelompok bisa juga dipakai sebagai modalitas untuk sumbangsih bagi terwujudnya Indonesia Impian. Misalnya dengan memperluas wilayah kepedulian, salah satunya dalam hal penegakan hukum.

Sejauh ini, yang diketahui publik sepak terjang Gayus memang parah. Tapi, jika Gayus bisa diajak untuk menjadi "petunjuk jalan" untuk membongkar lebih dalam dan lebih jauh lagi bisa jadi ia akan menjadi sosok yang tidak hanya diumpat tapi juga dipuji karena sudah "berjasa" membersihkan Indonesia dari virus korupsi dan mafia hukum. Kebersamaan rasa kampung bisa menjadi "jaminan" bagi Gayus untuk tidak dulu takut pada skenario "pemiskinan" karena ketakutan ini bisa jadi satu alasan bagi dia untuk terus berbohong, bersandiwara, bahkan melindungi mereka yang juga ikut terlibat.

Kalau sudah begini, akankah pengacara Medan tertantang? Akankah "Pengacara Seleb" juga tertantang? Pertanyaan yang lebih penting lagi, beranikah mereka jika ditantang Gayus?

"Pening... pening aku, Mak!

Mudah-mudahan tidak ada yang menjawab, "Halooo! Ini bukan Medan, Bung!".


Saleum,

Risman


Read more
 
Copyright rismanrachman © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.