Foto (Kompas) |
Terhormat karena korban tembakan dan pembunuhan itu adalah seorang pejuang.
Mati dalam memperjuangkan cita-cita, atau mempertahankan idologi atau keyakinan serta mati dalam berkarya adalah sebuah tanda peradaban yang tinggi, minimal tidak disebut lagi negeri primitif.
Ini bukan soal kematiannya. Tapi, mereka yang mati dengan cara sebagaimana kematian orang-orang di zaman primitif bisa dijadikan indikator kalau lingkungan atau wilayah mereka masih tidak berkembang alias tertinggal jauh dengan daerah mereka yang sudah punya riwayat soal kejuangan dan kekaryaan.
Barangkali ini suatu simplikasi yang serampangan. Tapi itulah pernyataan yang paling sederhana untuk menggambarkan bagaimana jarak kemajuan satu daerah dengan daerah lainnya, begitu berjarak alias beda.
Apakah ini dampak dari ketiadamerataan pembangunan saat ini? Jelas bukan. Tapi ini adalah produk dari cara pandang atau paradigma pembangunan yang tidak menempatkan negerinya sebagai tanah harapan melainkan sebagai tanah warisan.
Begitulah perasaan kala mendengar nasib seseorang yang diterkam harimau di wilayah Aceh Selatan. Sebelumnya, ada banyak kisah kematian yang tiada jauh berbeda karena sama-sama tewas oleh hewan hutan belantara.
Berbeda dengan daerah lain, yang riwayat kematiannya banyak dihiasi dengan kisah-kisah heroik, dikenang karyanya, dan akhirnya terukir dalam catatan wangi riwayat negeri.
“Langkah, rezeki, pertemuan, maut/mati” memang menjadi hak preogratif-Nya. Tapi sunnatullah dunia yang bergerak dalam dinamika perubahan zaman bisa menjelaskan bentuk pergerakan kemajuan sebuah negeri, termasuk dari cara-cara atau kisah-kisah kematian yang ada.
Cobalah baca catatan kisah hidup anak-anak negeri diberbagai tempat, dan itu segera menjelaskan maju, mundur, dan mandegnya pembangunan di suatu tempat.
Satu Negeri Memang Bisa Berbeda Nasib
Entahlah!
Risman A Rachman
Sumber Foto di sini
1 komentar:
Apa kabar om ceh, mana cerita kemaluan martunis di terkam harimau om... kok gak ada ... :)
Posting Komentar